Tempat Berbagi Ilmu dan Pengalaman

Blog ini menampilkan berbagai artikel artikel yang dapat menambah pengetahuan dan membantu para mahasiswa untuk meningkatkan pengetahuan dan membantu tugas kuliah

Manusia, Nilai, Moral dan Hukum

                                              BAB I   
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Manusia adalah makhluk sosial yang selau berinteraksi dan membutuhkan bantuan dengan sesamanya. Dengan adanya hubungan sesama seperti itulah perlu adanya keteraturan sehingga individu dapat berhubungan secara harmoni dengan individu lain sekitarnya. Oleh karena itu diperlukan aturan yang disebut “Hukum”. Hukum diciptakan dengan tujuan yang berbeda-beda, ada yang menyatakan bahwa tujuan hukum adalah keadilan, ada juga yang menyatakan kegunaan, ada yang menyatakan kepastian hukum, dll.
Antara hukum dan moral terdapat hubungan yang erat sekali, ada pepatah Roma yang mengatakan “Quid leges sine moribus?”Apa artinya undang-undang kalau tidak disertai moralitas? Dengan demikian hukum tidak akan berarti tanpa dijiwai moralitas, hukum akan kosong tanpa moralitas. Oleh karena itu kualitas hukum harus diukur dengan norma moral, perundang-undangan yang immoral harus diganti. Di sisi lain, moral juga membutuhkan hukum, sebab moral tanpa hukum hanya angan-angan saja, kalau tidak diundangkan atau dilembagakan dalam masyarakat. Dengan demikian hukum bisa meningkatkan dampak sosial dari moralitas.

1.2 IDENTIFIKASI MASALAH

1.    Apa yang dimaksud dengan manusia, nilai, moral dan hukum
2.    Bagaimana hakikat, fungsi, dan perwujudan nilai moral dan hukum dalam kehidupan manusia, masyarakat dan negara
3.    Seperti apa problematika nilai, moral dan hukum dalam masyarakat dan Negara

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Manusia
                                                               
     Secara bahasa manusia berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens” (Latin), yang berarti berpikir, berakal budi atau makhluk yang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain). Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah kelompok (genus) atau seorang individu.Dalam hubungannya dengan lingkungan, manusia merupakan suatu oganisme hidup (living organism).
Terbentuknya pribadi seseorang dipengaruhi oleh lingkungan bahkan secara ekstrim dapat dikatakan, setiap orang berasal dari satu lingkungan, baik lingkungan vertikal (genetika, tradisi), horizontal (geografik, fisik, sosial), maupun kesejarahan. Tatkala seorang bayi lahir, ia merasakan perbedaan suhu dan kehilangan energi, dan oleh karena itu ia menangis, menuntut agar perbedaan itu berkurang dan kehilangan itu tergantikan.Dari sana timbul anggapan dasar bahwa setiap manusia dianugerahi kepekaan (sense) untuk membedakan (sense of discrimination) dan keinginan untuk hidup. Untuk dapat hidup, ia membutuhkan sesuatu. Alat untuk memenuhi kebutuhan itu bersumber dari lingkungan
Manusia adalah makhluk yang tidak dapat dengan segera menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Pada masa bayi sepenuhnya manusia tergantung kepada individu lain. Ia belajar berjalan, belajar makan, belajar berpakaian, belajar membaca ,belajar membuat sesuatu dan sebagainya ,memerlukan bantuan orang lain yang lebih dewasa.

2.2 Nilai
        2.2.1 Pengertian Nilai                                                      
     Nilai adalah sesuatu yang berharga,bermutu,menunjukkan kualitas,dan berguna bagi kita ataupun orang lain.
Menurut Bambang Daroeso nilai adalah suatu kwalitas atau penghargaan terhadap sesuatu, yang menjadi dasar penentu tingkah laku masyarakat.
Menurut Dictionary of Sociology and Related Science: Nilai adalah kemampuan yang diyakini terdapat pada suatu objek untuk memuaskan hasrat manusia, yaitu kualitas objek yang menyebabkan tertariknya individu atau kelompok.
Menurut Frankena: Nilai dalam filsafat dipakai untuk menunjuk kata benda abstrak yang artinya “keberhargaan” (worth) atau “kebaikan” (goodness) dan kata kerja yang artinya suatu tindakan kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian.
Menurut Lasyo sebagai berikut: Nilai bagi manusia merupakan landasan atau motivasi dalam segala tingkah laku atau perbuatannya.
Istilah nilai (Value) menurut Kamus Poerwodarminto diartikan sebagai berikut.
a.      Harga dan arti taksiran misalnya nilai emas
b.      Harga sesuatu misalnya uang
c.     Angka, skor.
d.      Kadar, mutu.
e.      Sifat-sifat atau hal-hal penting bagi masyarakat

Sesuatu dianggap bernilai apabila sesuatu itu memiliki sifat sebagai berikut:
a.     Menyenangkan (peasent).
b.     Berguna (useful).
c.     Memuaskan (satisfying).
d.     Menguntungkan (profitable)
e.     Keyakinan  (interesting)
f.      Keyakinan (belief)

Ada dua pendapat mengenai nilai. Pendapat pertama mengatakan bahwa nilai itu objektif, sedangkan pendapat sedangkan pendapat kedua mengatakan nilai itu subjektif, menurut aliran idealisme ,nilai itu objektif, ada pada sesuatu. Tidak ada yang diciptakan di dunia tanpa ada suatu nilai yang melekat di dalamnya.Dengan demikian, segala sesuatu ada nilainya dan bernilai bagi masyarakat. Hanya saja manusia tidak atau belum tahu nilai apa dari objek tersebut. Aliran ini disebut juga aliran objektivisme.
Pendapat lain menyatakan bahwa nilai suatu objek terletak pada subjek yang menilainya. Misalnya, air menjadi sangat bernilai dari pada emas bagi orang kehausan ditengah padang pasir, tanah memiliki nilai bagi seorang petani, gunung bernlai bagi seorang pelukis, dan sebagainya. Jadi, nilai itu subjektif.Aliran ini disebut aliran subjectivisme.
Diluar kedua pendapat itu, ada pendapat lain yang menyatakan adanya nilai yang ditentukan oleh subjek yang menilai dan objek yang dinilai. Sebelum ada subjek yang menilai maka barang  atau objek itu tidak bernilai. Inilah ajaran yang berusaha menggabungkan antara aliran objektivisme dan subjectivisme.

2.2.2   Ciri-Ciri Nilai
Menurut Bambang Daroeso (1986), ciri-ciri nilai adalah sebagai berikut :
1.    Nilai yang bersifat abstrak tidak dapat diindra. Misalnya kejujuran.
2.    Nilai yang memiliki sifat normative. Nilai diwujudkan dalam bentuk norma sebagai landasan manusia dalam bertindak. Misalnya nilai keadilan.
3.    Nilai berfungsi sebagai motivator dan manusia adalah pendukung nilai. Misalnya nilai ketakwaan.

2.2.3   Macam-Macam Nilai
Dalam filsafat, nilai dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :
1.    Nilai logika, adalah nilai benar salah
2.    Nilai estetika, adalah nilai indah dan tidak indah
3.    Nilai etika / moral, adalah nilai baik buruk
Notonegoro (dalam Kaelan, 2000) menyebutkan adanya tiga macam nilai, yaitu :
1.    Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani manusia.
2.    Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk melakukan kegiatannya.
3.    Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia.
            Nilai kerohanian terbagi menjadi empat macam:
Ø  Nilai kebenaran yang bersumber pada unsur akal atau rasio manusia
Ø  Nilai keindahan atau nilai estetis yang bersumber pada unsur perasaan estetis manusia
Ø  Nilai kebaikan moral yang bersumber pada kehendak atau karsa manusia
Ø  Nilai religius yang bersumber pada kepercayaan manusia dengan disertai penghayatan melalui akal budi dan nuraninya.

2.3   Moral                                                                                                                                                                              
2.3.1 Pengertian moral
Moral berasal dari bahas latin mores yang berarti adat kebiasaan. Kata mors ini mempunyai sinonim mos, moris, manner more atau manners, morals. Dalam bahasa Indonesia, kata moral berarti akhlak (basah arab) atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib hati nurani yang menjadi pembimbing tingkah laku batin dalam hidup.
Kata moral ini dalam bahasa yunani sama dengan ethos yang menjadi etika. Makna moral yang terkandung dalam kepribadian seseorang itu tercermin dari sikap dan tingkah lakunya.Bisa dikatakan manusia yang bermoral adalah manusia yang sikap dan tingkah lakunya sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.

2.3.2     Jenis moral
Ada dua macam moral dalam menentukan baik dan buruknya perilaku manusia, yaitu:
1.    Moral deskriptif, yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap dan perilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Hal ini memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang perilaku atau sikap yang mau diambil.
2.    Moral normatif, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola perilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia. Moral normatif memberikan penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan diputuskan.
                                                                                     
2.3.3   Fungsi moral
Fungsi moral bagi kehidupan manusia, yaitu:
1.    Mengingatkan manusia untuk melakukan kebaikan demi diri sendiri dansesama sebagai bagian masyarakat.
2.    Menarik perhatian pada permasalahan moral yang kurang di tanggapi.
3.    Dapat menjadi penarik perhatian manusia pada gejala pembiasaan emosional.
2.4 Hukum

2.4.1 Pengertian Hukum
Hukum dalam masyarakat merupakan tuntutan, mengingat bahwa kita tidak mungkin menggambarkan hidup manusia tanpa atau diluar masyarakat. Maka manusia,masyarakatdan hukum merupakan pengertian yang tidak dapat dipisahkan sehingga menjadi pameo. Dalam kaitan dengan masyarakat, tujuan hukum yang utama dapat direduksi untuk ketertiban.
Ada beberapa pendapat para pakar mengenai pengertian hukum, yaitu:
1.    Mayers menjelaskan bahwa hukum itu adalah semua aturan yang menyangkut kesusilaan dan ditujukan terhadap tingkah laku manusia dalam masyarakat serta sebagai pedoman bagi penguasa Negara dalam melaksanakan tugasnya.
2.    Utrecht berpendapat bahwa hukum adalah himpunan perintah dan larangan untuk mencapai ketertiban dalam masyarakat dan oleh karenanya masyarakat harus mematuhinya.
3.    Simorangkir mengatakan bahwa hukum adalah peraturan yang bersifat memaksa dan sebagai pedoman tingkah laku manusia dalam masyarakat yang dibuat oleh lembaga berwenang serta bagi sapa saja yang melanggarnya akan mendapat hukuman.
4.    Sudikno Mertokusuro menyatakan bahwa hukum adalah sekumpulan peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan bersama, keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang berlaku dalam kehidupan bersama yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi.
                                                  
2.4.2     Proses Terbentuknya Hukum
Terjadinya hukum di Inggris pada awalnya dan terus berkembang adalah hukum berasal dari kebiasaan dalam masyarakat dan dikembangkan oleh keputusan-keputusan pengadilan. Hukum Inggris yang demikian ini dinamakan common law, yang pertumbuhannya dimulai pada tahun 1066, saat berkuasanya William The Conqueror.
Pandangan-pandangan ekstrim tentang terjadinya hukum secara umum dikatakan oleh J.P Glastra Van Loon adanya dua pandangan ekstrim, yaitu:
1.  Pandangan legisme, (yang berkembang dan berpengaruh sampai pertengahan abad ke 19).
Menurut pandangan ini hukum terbentuk hanya oleh perundang-undangan.dan hakim secara tegar terikat pada undang-undang, peradilan adalah hal menerpakan secara mekanis dari ketentuan undang-undang pada kejadian-kejadian yang konkrit.
2.  Pandangan Freirechtslehre (abad 19/20).
Menurut pandangan ini hukum terbentuk hanya oleh peradilan, undang-undang, kebiasaan, dan sebagainya hanyalah sarana-sarana pembantu bagi hukum dalam menenemukan hukum pada kasus-kasus konkrit.

2.5   Hakikat, Fungsi dan Perwujudan Nilai, Moral, dan Hukum
      Pada umumnya kesadaran hukum dikaitkan dengan ketaatan hukum atau efektifitas hukum untuk mengambarkan keterkaitan antara kesadaran hukum dengan ketaatan hukum,sedangkan lemahnya kesadaran tentang undang– undang (hukum) dipertimbangkan menjadi penyebab terjadinya kejahatan dan malapetaka.
Kesadaran hukum memiliki perbedaan dengan perasaan hukum. Perasaan hukum diartikan sebagai penilaian hukum yang timbul secara serta merta dari masyarakat dalam kaitannya dengan masalah keadilan.
Faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat mematuhi hukum antara lain adalah:
1.    Compliance.
Diartikan sebagai suatu kepatuhan berdasarkan pada harapan akan suatu imbalan dan usaha untuk menghindarkan diri dari hukuman atau sanksi yang mungkin dikenakan apabila seorang melanggar ketentuan hukum, baik hukum formal ataupun berdasarkan norma – norma masyarakat.
2.    Identification.
Terjadi bila kepatuhan terhadap kaidah – kaidah hukum bukan ada karena nilai instrinsiknya, akan tetapi agar keanggotaan kelompok serta hubungan baik dengan mereka yang diberi wewenang untuk menerapkan hukum tersebut tetap terjaga.
3.    Internalization.
Seseorang mematuhi hukum dikarenakan secara instrinsik kepatuhan tadi mempunyai imbalan.
4.    Society Interest.
Maksudnya ialah kepentingan – kepentingan para warga masyarakat terjamin oleh wadah hukum yang ada.Kesadaran hukum berkaitan dengan nilai – nilai yang tumbuh dan berkembang di masyarakat, dengan demikian masyarakat menaati hukum bukan karena paksaan,terdapat 4 indikator kesadaran hukum yaitu:
1. pengetahuan hukum
2. Pemahaman hukum
3. Sikap hukum
4. Pola perilaku hukum.
Pengetahuan hukum adalah pengetahuan seseorang mengenai beberapa perilaku tertentu yang sudah diatur oleh hukum, yang dimaksud disi adalah hukum tertulis dan hukum tidak tertulis ( norma – norma atau aturan-aturan dalam masyarakat).
Pemahaman hukum dalam adalah sejumlah informasi yang dimiliki seseorang  mengenai isi peraturan dari suatu hukum tertentu. Sikap hukum adalah suatu kecenderungan untuk menerima hukum karena adanya penghargaan terhadap hukum sebagai suatu yang bermanfaat atau menguntungkan bila di taati.
Pola perilaku hukum merupakan hal yang utama dalam kesadaran hukum, karena disini dapat dilihat apakah suatu peraturan  berlaku atau tidak di dalam masyarakat dengan demikian seberapa jauh kesadaran hukum dalam masyarakat dapat dilihat dari pola perilaku hukum suatu masyarakat.

2.6 Keadilan, Ketertiban dan Kesejahteraan Masyarakat sebagai Wujud Masyarakat Bermoral dan Mentaati Hukum

Disepakati bahwa manusia adalah makhluk sosial, yaitu makluk yang selalu berinteraksi dan membutuhkan bantuan dengan sesamanya. Dalam konteks hubungan dengan sesama perlu adanya keteraturan sehingga setiap individu dalam berhubungan secara harmonis dengan individu lain di sekitarnya. Untuk terciptanya keteraturan tersebut diperlukan aturan yang disebut oleh kita hukum.Hukum dalam masyarakat merupakan tuntutan, mengingat bahwa kita tidak mungkin menggambarkan hidupnya manusia tanpa atau diluar masyarakat.
Hukum diciptakan dengan tujuan yang berbeda-beda, ada yang menyatakan bahwa tujuan hukum adalah keadilan, ada juga yang menyatakan kegunaan,ada yang kepastian hukum dan lain-lain. Akan tetapi dalam kaitan dalam masyarakat, tujuan hukum yang utama dapat di reduksi untuk ketertiban (order). Mochtar kusumaatmaja (2002,h.3) mengatakan “ketertiban adalah tujuan pokok dan pertama dari segala hukum,kebutuhan terhadap ketertiban ini merupakan syarat pokok (fundamentas) bagi adanya suatu masyarakat yang teratur, ketertiban sebagai tujuan utama hukum yang merupakan fakta objektif yang berlaku bagi segala masyarakat manusia dalam segala bentuknya”. Untuk mencapai ketertiban dalam masyarakat ini, diperlukan adanya kepastian dalam pergaulan antar manusia dalam masyarakat.
Banyak kaidah yang berkembang dan dipatuhi masyarakat, seperti kaidah agama,kaidah susila, kesopanan, adat, kebiasaan dan kaidah moral.Kaidah hukum sebagai salah satu kaidah sosial tidak berarti meniadakan kaidah-kaidah lain tersebut, bahkan antara kaidah hukum dengan kaidah lain saling berhubungan yang satu memperkuat yang lainnya, meskipun ada kalanya kaidah hukum tidak sesuai atau tidak serasi dengan kaidah-kaidah tersebut. Dahlan thaib (2001,h.3) mengatakan bahwa hukum itu merupakan hukum apabila dikehendaki, diterima oleh kita sebagai anggota masyarakat; apabila kita juga betul-betul berpikir, demikian seperti yang dirumuskan dalam undang-undang, dan terutama juga betul-betul menjadi realitas hukum dalam kehidupan orang-orang dalam masyarakat. Dengan demikian hukum sebagai kaidah sosial, tidak lepas dari nilai (values) yang berlaku pada suatu masyarakat. Bahkan dapat dikatakan bahwa hukum itu merupakan pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.
Selanjutnya Mochtar Kusumaatmadja (2002,h.10) mengatakan “ hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup (the living law) dalam masyarakat, yang tentunya sesuai pula atau merupakan pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat tersebut”.

Alasan hukum untuk menahan tersangka, yaitu :
1.      Tersangka dianggap dapat merusak / Menghilangkan alat bukti.
2.      Tersangka dikhwatirkan melarikan diri.
3.      Tersangka mempersulit pemeriksaan.
Telah menjadi sebuah kesepakatan bersama bahwa manusia adalah makhluksosial yaitu makhluk yang selalu berinteraksi dan membutuhkan bantuan orang lain atau sesamanya. dalam konteks hubungan dengan sesamanya, seperti itulah perlu adanya keteraturan sehingga individu dapat berhubungan secara harmonis dengan individu lain di sekitarnya, Untuk terciptanya keteraturan tersebut diperlukan aturan yang disebut oleh kita yaitu hukum.




2.7 Problematika Pembinaan Nilai Moral

1.    Pengaruh Kehidupan Keluarga dalam Pembinaan Nilai Moral.
Keluarga berperan sangat penting bagi pembinaan nilai moral anak.Hal ini karena dalam keluargalah, pendidikan pertama dan utama anak sebelum memasuki dunia pendidikan dan masyarakat. Kehidupan keluarga akan memengaruhi perkembangan jiwa dan moral anak.
2.    Pengaruh Teman Sebaya terhadap Pembinaan Nilai Moral.
Pergaulan dengan teman sebaya sangat memengaruhi sikap dan perilaku seorang anak. Berteman dengan teman yang tidak baik akan mengakibatkan anak meniru hal-hal negatif. Sedangkan jika berteman dengan teman yang baik maka anak juga akan terpengaruh menjadi baik seperti temannya.

3.    Pengaruh Figur Otoritas terhadap Perkembangan Nilai Moral Individu.
Figur otoritas seperti presiden, wakil presiden, para menteri, pejabat, anggota DPR dan MPR, para artis, dan lain-lain harus memberi contoh yang baik dalam kehidupan sehari-harinya karena pengaruh figur otoritas terhadap perkembangan nilai moral individu sangat besar.

4.    Pengaruh Media Telekomunukasi Terhadap Perkembangan Nilai Moral.
Penyalahgunaan sarana telekomunikasi yang seharusnya digunakan sesuai fungsinya cukup mempengaruhi sikap dan perilaku generasi muda.Misalnya dalam kasus penyalahgunaan internet untuk mendownload film porno. Tidak ada filter atau benteng yang kokoh untuk melawannya, kecuali iman dan takwa.

5.    Pengaruh Media Elektronik dan Internet terhadap Pembinaan Nilai Moral.
Media elektronik dan internet yang seharusnya digunakan sebagaimana mestinya telah cukup banyak disalahgunakan sehingga mengakibatkan nilai moral merosot.


2.8   Problematika Hukum

Problema paling mendasar dari hukum di Indonesia adalah manipulasi atas fungsi hukum oleh pengemban kekuasaan.
Problem akut dan mendapat sorotan lain adalah:
1.    Aparatur penegak hukum ditengarai kurang banyak diisi oleh sumber daya manusia yang berkualitas. Padahal SDM yang sangat ahli serta memiliki integritas dalam jumlah yang banyak sangat dibutuhkan.
2.    Peneggakkan hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya karena sering mengalami intervensi kekuasaan dan uang. Uang menjadi permasalahan karena negara belum mampu mensejahterakan aparatur penegak hukum.
3.    Kepercayaan masyarakat terhadap aparatur penegak hukum semakin surut. Hal ini berakibat pada tindakan anarkis masyarakat untuk menentukan sendiri siapa yang dianggap adil.
4.    Para pembentuk peraturan perundang-undangan sering tidak memerhatikan keterbatasan aparatur. Peraturan perundang-undangan yang dibuat sebenarnya sulit untuk dijalankan.
5.    Kurang diperhatikannya kebutuhan waktu untuk mengubah paradigma dan pemahaman aparatur. Bila aparatur penegak hukum tidak paham betul isi peraturan perundang-undangan tidak mungkin ada efektivitas peraturan di tingkat masyarakat.Problem berikutnya adalah hukum di Indonesia hidup di dalam masyarakat yang tidak berorientasi kepada hukum. Akibatnya hukum hanya dianggap sebagai representasi dan simbol negara yang ditakuti. Keadilan kerap berpihak pada mereka yang memiliki status sosial yang lebih tinggi dalam masyarakat. Contoh kasus adalah kasus ibu Prita Mulyasari.
Pekerjaan besar menghadang bangsa Indonesia di bidang hukum. Berbagai upaya perlu dilakukan agar bangsa dan rakyat Indonesia sebagai pemegang kedaulatan dapat merasakan apa yang dijanjikan dalam hukum.


BAB III
PENUTUP

3.1    Kesimpulan

Manusia, nilai, moral dan hukum adalah suatu hal yang saling berkaitan dan saling menunjang.Sebagai warga negara kita perlu mempelajari, menghayati dan melaksanakan dengan ikhlas mengenai nilai, moral dan hukum agar terjadi keselarasan dan harmoni kehidupan.


2.4       Saran

Penegakan hukum harus memperhatikan keselarasan antara keadilan dan kepastian hukum. Karena, tujuan hukum antara lain adalah untuk menjamin terciptanya keadilan (justice), kepastian hukum (certainty of law), dan kesebandingan hukum (equality before the law).

Penegakan hukum-pun harus dilakukan dalam proporsi yang baik dengan penegakan hak asasi manusia.Dalam arti, jangan lagi ada penegakan hukum yang bersifat diskriminatif, menyuguhkan kekerasan dan tidak sensitif jender.Penegakan hukum jangan dipertentangkan dengan penegakan HAM.Karena, sesungguhnya keduanya dapat berjalan seiring ketika para penegak hukum memahami betul hak-hak warga negara dalam konteks hubungan antara negara hukum dengan masyarakat sipil.





DAFTAR PUSTAKA


Setiadi, Elly M, dkk.2006. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar.Jakarta:Kencana Prenada Media Group.
                                         









                                               BAB I   
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Manusia adalah makhluk sosial yang selau berinteraksi dan membutuhkan bantuan dengan sesamanya. Dengan adanya hubungan sesama seperti itulah perlu adanya keteraturan sehingga individu dapat berhubungan secara harmoni dengan individu lain sekitarnya. Oleh karena itu diperlukan aturan yang disebut “Hukum”. Hukum diciptakan dengan tujuan yang berbeda-beda, ada yang menyatakan bahwa tujuan hukum adalah keadilan, ada juga yang menyatakan kegunaan, ada yang menyatakan kepastian hukum, dll.
Antara hukum dan moral terdapat hubungan yang erat sekali, ada pepatah Roma yang mengatakan “Quid leges sine moribus?”Apa artinya undang-undang kalau tidak disertai moralitas? Dengan demikian hukum tidak akan berarti tanpa dijiwai moralitas, hukum akan kosong tanpa moralitas. Oleh karena itu kualitas hukum harus diukur dengan norma moral, perundang-undangan yang immoral harus diganti. Di sisi lain, moral juga membutuhkan hukum, sebab moral tanpa hukum hanya angan-angan saja, kalau tidak diundangkan atau dilembagakan dalam masyarakat. Dengan demikian hukum bisa meningkatkan dampak sosial dari moralitas.

1.2 IDENTIFIKASI MASALAH

1.    Apa yang dimaksud dengan manusia, nilai, moral dan hukum
2.    Bagaimana hakikat, fungsi, dan perwujudan nilai moral dan hukum dalam kehidupan manusia, masyarakat dan negara
3.    Seperti apa problematika nilai, moral dan hukum dalam masyarakat dan Negara

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Manusia
                                                               
     Secara bahasa manusia berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens” (Latin), yang berarti berpikir, berakal budi atau makhluk yang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain). Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah kelompok (genus) atau seorang individu.Dalam hubungannya dengan lingkungan, manusia merupakan suatu oganisme hidup (living organism).
Terbentuknya pribadi seseorang dipengaruhi oleh lingkungan bahkan secara ekstrim dapat dikatakan, setiap orang berasal dari satu lingkungan, baik lingkungan vertikal (genetika, tradisi), horizontal (geografik, fisik, sosial), maupun kesejarahan. Tatkala seorang bayi lahir, ia merasakan perbedaan suhu dan kehilangan energi, dan oleh karena itu ia menangis, menuntut agar perbedaan itu berkurang dan kehilangan itu tergantikan.Dari sana timbul anggapan dasar bahwa setiap manusia dianugerahi kepekaan (sense) untuk membedakan (sense of discrimination) dan keinginan untuk hidup. Untuk dapat hidup, ia membutuhkan sesuatu. Alat untuk memenuhi kebutuhan itu bersumber dari lingkungan
Manusia adalah makhluk yang tidak dapat dengan segera menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Pada masa bayi sepenuhnya manusia tergantung kepada individu lain. Ia belajar berjalan, belajar makan, belajar berpakaian, belajar membaca ,belajar membuat sesuatu dan sebagainya ,memerlukan bantuan orang lain yang lebih dewasa.

2.2 Nilai
        2.2.1 Pengertian Nilai                                                      
     Nilai adalah sesuatu yang berharga,bermutu,menunjukkan kualitas,dan berguna bagi kita ataupun orang lain.
Menurut Bambang Daroeso nilai adalah suatu kwalitas atau penghargaan terhadap sesuatu, yang menjadi dasar penentu tingkah laku masyarakat.
Menurut Dictionary of Sociology and Related Science: Nilai adalah kemampuan yang diyakini terdapat pada suatu objek untuk memuaskan hasrat manusia, yaitu kualitas objek yang menyebabkan tertariknya individu atau kelompok.
Menurut Frankena: Nilai dalam filsafat dipakai untuk menunjuk kata benda abstrak yang artinya “keberhargaan” (worth) atau “kebaikan” (goodness) dan kata kerja yang artinya suatu tindakan kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian.
Menurut Lasyo sebagai berikut: Nilai bagi manusia merupakan landasan atau motivasi dalam segala tingkah laku atau perbuatannya.
Istilah nilai (Value) menurut Kamus Poerwodarminto diartikan sebagai berikut.
a.      Harga dan arti taksiran misalnya nilai emas
b.      Harga sesuatu misalnya uang
c.     Angka, skor.
d.      Kadar, mutu.
e.      Sifat-sifat atau hal-hal penting bagi masyarakat

Sesuatu dianggap bernilai apabila sesuatu itu memiliki sifat sebagai berikut:
a.     Menyenangkan (peasent).
b.     Berguna (useful).
c.     Memuaskan (satisfying).
d.     Menguntungkan (profitable)
e.     Keyakinan  (interesting)
f.      Keyakinan (belief)

Ada dua pendapat mengenai nilai. Pendapat pertama mengatakan bahwa nilai itu objektif, sedangkan pendapat sedangkan pendapat kedua mengatakan nilai itu subjektif, menurut aliran idealisme ,nilai itu objektif, ada pada sesuatu. Tidak ada yang diciptakan di dunia tanpa ada suatu nilai yang melekat di dalamnya.Dengan demikian, segala sesuatu ada nilainya dan bernilai bagi masyarakat. Hanya saja manusia tidak atau belum tahu nilai apa dari objek tersebut. Aliran ini disebut juga aliran objektivisme.
Pendapat lain menyatakan bahwa nilai suatu objek terletak pada subjek yang menilainya. Misalnya, air menjadi sangat bernilai dari pada emas bagi orang kehausan ditengah padang pasir, tanah memiliki nilai bagi seorang petani, gunung bernlai bagi seorang pelukis, dan sebagainya. Jadi, nilai itu subjektif.Aliran ini disebut aliran subjectivisme.
Diluar kedua pendapat itu, ada pendapat lain yang menyatakan adanya nilai yang ditentukan oleh subjek yang menilai dan objek yang dinilai. Sebelum ada subjek yang menilai maka barang  atau objek itu tidak bernilai. Inilah ajaran yang berusaha menggabungkan antara aliran objektivisme dan subjectivisme.

2.2.2   Ciri-Ciri Nilai
Menurut Bambang Daroeso (1986), ciri-ciri nilai adalah sebagai berikut :
1.    Nilai yang bersifat abstrak tidak dapat diindra. Misalnya kejujuran.
2.    Nilai yang memiliki sifat normative. Nilai diwujudkan dalam bentuk norma sebagai landasan manusia dalam bertindak. Misalnya nilai keadilan.
3.    Nilai berfungsi sebagai motivator dan manusia adalah pendukung nilai. Misalnya nilai ketakwaan.

2.2.3   Macam-Macam Nilai
Dalam filsafat, nilai dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :
1.    Nilai logika, adalah nilai benar salah
2.    Nilai estetika, adalah nilai indah dan tidak indah
3.    Nilai etika / moral, adalah nilai baik buruk
Notonegoro (dalam Kaelan, 2000) menyebutkan adanya tiga macam nilai, yaitu :
1.    Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani manusia.
2.    Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk melakukan kegiatannya.
3.    Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia.
            Nilai kerohanian terbagi menjadi empat macam:
Ø  Nilai kebenaran yang bersumber pada unsur akal atau rasio manusia
Ø  Nilai keindahan atau nilai estetis yang bersumber pada unsur perasaan estetis manusia
Ø  Nilai kebaikan moral yang bersumber pada kehendak atau karsa manusia
Ø  Nilai religius yang bersumber pada kepercayaan manusia dengan disertai penghayatan melalui akal budi dan nuraninya.

2.3   Moral                                                                                                                                                                              
2.3.1 Pengertian moral
Moral berasal dari bahas latin mores yang berarti adat kebiasaan. Kata mors ini mempunyai sinonim mos, moris, manner more atau manners, morals. Dalam bahasa Indonesia, kata moral berarti akhlak (basah arab) atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib hati nurani yang menjadi pembimbing tingkah laku batin dalam hidup.
Kata moral ini dalam bahasa yunani sama dengan ethos yang menjadi etika. Makna moral yang terkandung dalam kepribadian seseorang itu tercermin dari sikap dan tingkah lakunya.Bisa dikatakan manusia yang bermoral adalah manusia yang sikap dan tingkah lakunya sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.

2.3.2     Jenis moral
Ada dua macam moral dalam menentukan baik dan buruknya perilaku manusia, yaitu:
1.    Moral deskriptif, yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap dan perilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Hal ini memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang perilaku atau sikap yang mau diambil.
2.    Moral normatif, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola perilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia. Moral normatif memberikan penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan diputuskan.
                                                                                     
2.3.3   Fungsi moral
Fungsi moral bagi kehidupan manusia, yaitu:
1.    Mengingatkan manusia untuk melakukan kebaikan demi diri sendiri dansesama sebagai bagian masyarakat.
2.    Menarik perhatian pada permasalahan moral yang kurang di tanggapi.
3.    Dapat menjadi penarik perhatian manusia pada gejala pembiasaan emosional.
2.4 Hukum

2.4.1 Pengertian Hukum
Hukum dalam masyarakat merupakan tuntutan, mengingat bahwa kita tidak mungkin menggambarkan hidup manusia tanpa atau diluar masyarakat. Maka manusia,masyarakatdan hukum merupakan pengertian yang tidak dapat dipisahkan sehingga menjadi pameo. Dalam kaitan dengan masyarakat, tujuan hukum yang utama dapat direduksi untuk ketertiban.
Ada beberapa pendapat para pakar mengenai pengertian hukum, yaitu:
1.    Mayers menjelaskan bahwa hukum itu adalah semua aturan yang menyangkut kesusilaan dan ditujukan terhadap tingkah laku manusia dalam masyarakat serta sebagai pedoman bagi penguasa Negara dalam melaksanakan tugasnya.
2.    Utrecht berpendapat bahwa hukum adalah himpunan perintah dan larangan untuk mencapai ketertiban dalam masyarakat dan oleh karenanya masyarakat harus mematuhinya.
3.    Simorangkir mengatakan bahwa hukum adalah peraturan yang bersifat memaksa dan sebagai pedoman tingkah laku manusia dalam masyarakat yang dibuat oleh lembaga berwenang serta bagi sapa saja yang melanggarnya akan mendapat hukuman.
4.    Sudikno Mertokusuro menyatakan bahwa hukum adalah sekumpulan peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan bersama, keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang berlaku dalam kehidupan bersama yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi.
                                                  
2.4.2     Proses Terbentuknya Hukum
Terjadinya hukum di Inggris pada awalnya dan terus berkembang adalah hukum berasal dari kebiasaan dalam masyarakat dan dikembangkan oleh keputusan-keputusan pengadilan. Hukum Inggris yang demikian ini dinamakan common law, yang pertumbuhannya dimulai pada tahun 1066, saat berkuasanya William The Conqueror.
Pandangan-pandangan ekstrim tentang terjadinya hukum secara umum dikatakan oleh J.P Glastra Van Loon adanya dua pandangan ekstrim, yaitu:
1.  Pandangan legisme, (yang berkembang dan berpengaruh sampai pertengahan abad ke 19).
Menurut pandangan ini hukum terbentuk hanya oleh perundang-undangan.dan hakim secara tegar terikat pada undang-undang, peradilan adalah hal menerpakan secara mekanis dari ketentuan undang-undang pada kejadian-kejadian yang konkrit.
2.  Pandangan Freirechtslehre (abad 19/20).
Menurut pandangan ini hukum terbentuk hanya oleh peradilan, undang-undang, kebiasaan, dan sebagainya hanyalah sarana-sarana pembantu bagi hukum dalam menenemukan hukum pada kasus-kasus konkrit.

2.5   Hakikat, Fungsi dan Perwujudan Nilai, Moral, dan Hukum
      Pada umumnya kesadaran hukum dikaitkan dengan ketaatan hukum atau efektifitas hukum untuk mengambarkan keterkaitan antara kesadaran hukum dengan ketaatan hukum,sedangkan lemahnya kesadaran tentang undang– undang (hukum) dipertimbangkan menjadi penyebab terjadinya kejahatan dan malapetaka.
Kesadaran hukum memiliki perbedaan dengan perasaan hukum. Perasaan hukum diartikan sebagai penilaian hukum yang timbul secara serta merta dari masyarakat dalam kaitannya dengan masalah keadilan.
Faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat mematuhi hukum antara lain adalah:
1.    Compliance.
Diartikan sebagai suatu kepatuhan berdasarkan pada harapan akan suatu imbalan dan usaha untuk menghindarkan diri dari hukuman atau sanksi yang mungkin dikenakan apabila seorang melanggar ketentuan hukum, baik hukum formal ataupun berdasarkan norma – norma masyarakat.
2.    Identification.
Terjadi bila kepatuhan terhadap kaidah – kaidah hukum bukan ada karena nilai instrinsiknya, akan tetapi agar keanggotaan kelompok serta hubungan baik dengan mereka yang diberi wewenang untuk menerapkan hukum tersebut tetap terjaga.
3.    Internalization.
Seseorang mematuhi hukum dikarenakan secara instrinsik kepatuhan tadi mempunyai imbalan.
4.    Society Interest.
Maksudnya ialah kepentingan – kepentingan para warga masyarakat terjamin oleh wadah hukum yang ada.Kesadaran hukum berkaitan dengan nilai – nilai yang tumbuh dan berkembang di masyarakat, dengan demikian masyarakat menaati hukum bukan karena paksaan,terdapat 4 indikator kesadaran hukum yaitu:
1. pengetahuan hukum
2. Pemahaman hukum
3. Sikap hukum
4. Pola perilaku hukum.
Pengetahuan hukum adalah pengetahuan seseorang mengenai beberapa perilaku tertentu yang sudah diatur oleh hukum, yang dimaksud disi adalah hukum tertulis dan hukum tidak tertulis ( norma – norma atau aturan-aturan dalam masyarakat).
Pemahaman hukum dalam adalah sejumlah informasi yang dimiliki seseorang  mengenai isi peraturan dari suatu hukum tertentu. Sikap hukum adalah suatu kecenderungan untuk menerima hukum karena adanya penghargaan terhadap hukum sebagai suatu yang bermanfaat atau menguntungkan bila di taati.
Pola perilaku hukum merupakan hal yang utama dalam kesadaran hukum, karena disini dapat dilihat apakah suatu peraturan  berlaku atau tidak di dalam masyarakat dengan demikian seberapa jauh kesadaran hukum dalam masyarakat dapat dilihat dari pola perilaku hukum suatu masyarakat.

2.6 Keadilan, Ketertiban dan Kesejahteraan Masyarakat sebagai Wujud Masyarakat Bermoral dan Mentaati Hukum

Disepakati bahwa manusia adalah makhluk sosial, yaitu makluk yang selalu berinteraksi dan membutuhkan bantuan dengan sesamanya. Dalam konteks hubungan dengan sesama perlu adanya keteraturan sehingga setiap individu dalam berhubungan secara harmonis dengan individu lain di sekitarnya. Untuk terciptanya keteraturan tersebut diperlukan aturan yang disebut oleh kita hukum.Hukum dalam masyarakat merupakan tuntutan, mengingat bahwa kita tidak mungkin menggambarkan hidupnya manusia tanpa atau diluar masyarakat.
Hukum diciptakan dengan tujuan yang berbeda-beda, ada yang menyatakan bahwa tujuan hukum adalah keadilan, ada juga yang menyatakan kegunaan,ada yang kepastian hukum dan lain-lain. Akan tetapi dalam kaitan dalam masyarakat, tujuan hukum yang utama dapat di reduksi untuk ketertiban (order). Mochtar kusumaatmaja (2002,h.3) mengatakan “ketertiban adalah tujuan pokok dan pertama dari segala hukum,kebutuhan terhadap ketertiban ini merupakan syarat pokok (fundamentas) bagi adanya suatu masyarakat yang teratur, ketertiban sebagai tujuan utama hukum yang merupakan fakta objektif yang berlaku bagi segala masyarakat manusia dalam segala bentuknya”. Untuk mencapai ketertiban dalam masyarakat ini, diperlukan adanya kepastian dalam pergaulan antar manusia dalam masyarakat.
Banyak kaidah yang berkembang dan dipatuhi masyarakat, seperti kaidah agama,kaidah susila, kesopanan, adat, kebiasaan dan kaidah moral.Kaidah hukum sebagai salah satu kaidah sosial tidak berarti meniadakan kaidah-kaidah lain tersebut, bahkan antara kaidah hukum dengan kaidah lain saling berhubungan yang satu memperkuat yang lainnya, meskipun ada kalanya kaidah hukum tidak sesuai atau tidak serasi dengan kaidah-kaidah tersebut. Dahlan thaib (2001,h.3) mengatakan bahwa hukum itu merupakan hukum apabila dikehendaki, diterima oleh kita sebagai anggota masyarakat; apabila kita juga betul-betul berpikir, demikian seperti yang dirumuskan dalam undang-undang, dan terutama juga betul-betul menjadi realitas hukum dalam kehidupan orang-orang dalam masyarakat. Dengan demikian hukum sebagai kaidah sosial, tidak lepas dari nilai (values) yang berlaku pada suatu masyarakat. Bahkan dapat dikatakan bahwa hukum itu merupakan pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.
Selanjutnya Mochtar Kusumaatmadja (2002,h.10) mengatakan “ hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup (the living law) dalam masyarakat, yang tentunya sesuai pula atau merupakan pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat tersebut”.

Alasan hukum untuk menahan tersangka, yaitu :
1.      Tersangka dianggap dapat merusak / Menghilangkan alat bukti.
2.      Tersangka dikhwatirkan melarikan diri.
3.      Tersangka mempersulit pemeriksaan.
Telah menjadi sebuah kesepakatan bersama bahwa manusia adalah makhluksosial yaitu makhluk yang selalu berinteraksi dan membutuhkan bantuan orang lain atau sesamanya. dalam konteks hubungan dengan sesamanya, seperti itulah perlu adanya keteraturan sehingga individu dapat berhubungan secara harmonis dengan individu lain di sekitarnya, Untuk terciptanya keteraturan tersebut diperlukan aturan yang disebut oleh kita yaitu hukum.




2.7 Problematika Pembinaan Nilai Moral

1.    Pengaruh Kehidupan Keluarga dalam Pembinaan Nilai Moral.
Keluarga berperan sangat penting bagi pembinaan nilai moral anak.Hal ini karena dalam keluargalah, pendidikan pertama dan utama anak sebelum memasuki dunia pendidikan dan masyarakat. Kehidupan keluarga akan memengaruhi perkembangan jiwa dan moral anak.
2.    Pengaruh Teman Sebaya terhadap Pembinaan Nilai Moral.
Pergaulan dengan teman sebaya sangat memengaruhi sikap dan perilaku seorang anak. Berteman dengan teman yang tidak baik akan mengakibatkan anak meniru hal-hal negatif. Sedangkan jika berteman dengan teman yang baik maka anak juga akan terpengaruh menjadi baik seperti temannya.

3.    Pengaruh Figur Otoritas terhadap Perkembangan Nilai Moral Individu.
Figur otoritas seperti presiden, wakil presiden, para menteri, pejabat, anggota DPR dan MPR, para artis, dan lain-lain harus memberi contoh yang baik dalam kehidupan sehari-harinya karena pengaruh figur otoritas terhadap perkembangan nilai moral individu sangat besar.

4.    Pengaruh Media Telekomunukasi Terhadap Perkembangan Nilai Moral.
Penyalahgunaan sarana telekomunikasi yang seharusnya digunakan sesuai fungsinya cukup mempengaruhi sikap dan perilaku generasi muda.Misalnya dalam kasus penyalahgunaan internet untuk mendownload film porno. Tidak ada filter atau benteng yang kokoh untuk melawannya, kecuali iman dan takwa.

5.    Pengaruh Media Elektronik dan Internet terhadap Pembinaan Nilai Moral.
Media elektronik dan internet yang seharusnya digunakan sebagaimana mestinya telah cukup banyak disalahgunakan sehingga mengakibatkan nilai moral merosot.


2.8   Problematika Hukum

Problema paling mendasar dari hukum di Indonesia adalah manipulasi atas fungsi hukum oleh pengemban kekuasaan.
Problem akut dan mendapat sorotan lain adalah:
1.    Aparatur penegak hukum ditengarai kurang banyak diisi oleh sumber daya manusia yang berkualitas. Padahal SDM yang sangat ahli serta memiliki integritas dalam jumlah yang banyak sangat dibutuhkan.
2.    Peneggakkan hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya karena sering mengalami intervensi kekuasaan dan uang. Uang menjadi permasalahan karena negara belum mampu mensejahterakan aparatur penegak hukum.
3.    Kepercayaan masyarakat terhadap aparatur penegak hukum semakin surut. Hal ini berakibat pada tindakan anarkis masyarakat untuk menentukan sendiri siapa yang dianggap adil.
4.    Para pembentuk peraturan perundang-undangan sering tidak memerhatikan keterbatasan aparatur. Peraturan perundang-undangan yang dibuat sebenarnya sulit untuk dijalankan.
5.    Kurang diperhatikannya kebutuhan waktu untuk mengubah paradigma dan pemahaman aparatur. Bila aparatur penegak hukum tidak paham betul isi peraturan perundang-undangan tidak mungkin ada efektivitas peraturan di tingkat masyarakat.Problem berikutnya adalah hukum di Indonesia hidup di dalam masyarakat yang tidak berorientasi kepada hukum. Akibatnya hukum hanya dianggap sebagai representasi dan simbol negara yang ditakuti. Keadilan kerap berpihak pada mereka yang memiliki status sosial yang lebih tinggi dalam masyarakat. Contoh kasus adalah kasus ibu Prita Mulyasari.
Pekerjaan besar menghadang bangsa Indonesia di bidang hukum. Berbagai upaya perlu dilakukan agar bangsa dan rakyat Indonesia sebagai pemegang kedaulatan dapat merasakan apa yang dijanjikan dalam hukum.


BAB III
PENUTUP

3.1    Kesimpulan

Manusia, nilai, moral dan hukum adalah suatu hal yang saling berkaitan dan saling menunjang.Sebagai warga negara kita perlu mempelajari, menghayati dan melaksanakan dengan ikhlas mengenai nilai, moral dan hukum agar terjadi keselarasan dan harmoni kehidupan.


2.4       Saran

Penegakan hukum harus memperhatikan keselarasan antara keadilan dan kepastian hukum. Karena, tujuan hukum antara lain adalah untuk menjamin terciptanya keadilan (justice), kepastian hukum (certainty of law), dan kesebandingan hukum (equality before the law).

Penegakan hukum-pun harus dilakukan dalam proporsi yang baik dengan penegakan hak asasi manusia.Dalam arti, jangan lagi ada penegakan hukum yang bersifat diskriminatif, menyuguhkan kekerasan dan tidak sensitif jender.Penegakan hukum jangan dipertentangkan dengan penegakan HAM.Karena, sesungguhnya keduanya dapat berjalan seiring ketika para penegak hukum memahami betul hak-hak warga negara dalam konteks hubungan antara negara hukum dengan masyarakat sipil.





DAFTAR PUSTAKA


Setiadi, Elly M, dkk.2006. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar.Jakarta:Kencana Prenada Media Group.
                                         









0 komentar :