BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Manusia adalah
makhluk sosial yang selau berinteraksi dan membutuhkan bantuan dengan
sesamanya. Dengan adanya hubungan sesama seperti itulah perlu adanya
keteraturan sehingga individu dapat berhubungan secara harmoni dengan individu
lain sekitarnya. Oleh karena itu diperlukan aturan yang disebut “Hukum”. Hukum
diciptakan dengan tujuan yang berbeda-beda, ada yang menyatakan bahwa tujuan
hukum adalah keadilan, ada juga yang menyatakan kegunaan, ada yang menyatakan
kepastian hukum, dll.
Antara hukum dan
moral terdapat hubungan yang erat sekali, ada pepatah Roma yang mengatakan
“Quid leges sine moribus?”Apa artinya undang-undang kalau tidak disertai
moralitas? Dengan demikian hukum tidak akan berarti tanpa dijiwai moralitas,
hukum akan kosong tanpa moralitas. Oleh karena itu kualitas hukum harus diukur
dengan norma moral, perundang-undangan yang immoral harus diganti. Di sisi
lain, moral juga membutuhkan hukum, sebab moral tanpa hukum hanya angan-angan
saja, kalau tidak diundangkan atau dilembagakan dalam masyarakat. Dengan
demikian hukum bisa meningkatkan dampak sosial dari moralitas.
1.2 IDENTIFIKASI MASALAH
1.
Apa yang dimaksud dengan manusia, nilai,
moral dan hukum
2.
Bagaimana hakikat, fungsi, dan perwujudan
nilai moral dan hukum dalam kehidupan manusia, masyarakat dan negara
3.
Seperti apa problematika nilai, moral dan
hukum dalam masyarakat dan Negara
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Manusia
Secara bahasa manusia berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens”
(Latin), yang berarti berpikir, berakal budi atau makhluk yang berakal budi
(mampu menguasai makhluk lain). Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah
konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah kelompok (genus)
atau seorang individu.Dalam hubungannya dengan lingkungan, manusia merupakan
suatu oganisme hidup (living organism).
Terbentuknya pribadi seseorang dipengaruhi
oleh lingkungan bahkan secara ekstrim dapat dikatakan, setiap orang berasal
dari satu lingkungan, baik lingkungan vertikal (genetika, tradisi), horizontal
(geografik, fisik, sosial), maupun kesejarahan. Tatkala seorang bayi lahir, ia
merasakan perbedaan suhu dan kehilangan energi, dan oleh karena itu ia
menangis, menuntut agar perbedaan itu berkurang dan kehilangan itu tergantikan.Dari
sana timbul anggapan dasar bahwa setiap manusia dianugerahi kepekaan (sense)
untuk membedakan (sense of discrimination) dan keinginan untuk hidup. Untuk
dapat hidup, ia membutuhkan sesuatu. Alat untuk memenuhi kebutuhan itu
bersumber dari lingkungan
Manusia adalah makhluk yang tidak dapat
dengan segera menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Pada masa bayi sepenuhnya
manusia tergantung kepada individu lain. Ia belajar berjalan, belajar makan,
belajar berpakaian, belajar membaca ,belajar membuat sesuatu dan sebagainya
,memerlukan bantuan orang lain yang lebih dewasa.
2.2 Nilai
2.2.1
Pengertian Nilai
Nilai
adalah sesuatu yang berharga,bermutu,menunjukkan kualitas,dan berguna bagi kita ataupun orang lain.
Menurut Bambang Daroeso nilai adalah
suatu kwalitas atau penghargaan terhadap sesuatu, yang menjadi dasar penentu
tingkah laku masyarakat.
Menurut Dictionary
of Sociology and Related Science: Nilai adalah kemampuan yang diyakini
terdapat pada suatu objek untuk memuaskan hasrat manusia, yaitu kualitas objek
yang menyebabkan tertariknya individu atau kelompok.
Menurut Frankena: Nilai dalam filsafat
dipakai untuk menunjuk kata benda abstrak yang artinya “keberhargaan” (worth)
atau “kebaikan” (goodness) dan kata kerja yang artinya suatu tindakan kejiwaan
tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian.
Menurut
Lasyo sebagai berikut: Nilai bagi manusia merupakan landasan atau motivasi
dalam segala tingkah laku atau perbuatannya.
Istilah
nilai (Value) menurut Kamus Poerwodarminto diartikan sebagai berikut.
a. Harga
dan arti taksiran misalnya nilai emas
b. Harga
sesuatu misalnya uang
c. Angka,
skor.
d. Kadar,
mutu.
e. Sifat-sifat
atau hal-hal penting bagi masyarakat
Sesuatu
dianggap bernilai apabila sesuatu itu memiliki sifat sebagai berikut:
a. Menyenangkan
(peasent).
b. Berguna
(useful).
c. Memuaskan
(satisfying).
d. Menguntungkan
(profitable)
e. Keyakinan (interesting)
f. Keyakinan
(belief)
Ada dua pendapat mengenai nilai. Pendapat pertama
mengatakan bahwa nilai itu objektif, sedangkan pendapat sedangkan pendapat
kedua mengatakan nilai itu subjektif, menurut aliran idealisme ,nilai itu
objektif, ada pada sesuatu. Tidak ada yang diciptakan di dunia tanpa ada suatu
nilai yang melekat di dalamnya.Dengan demikian, segala sesuatu ada nilainya dan
bernilai bagi masyarakat. Hanya saja manusia tidak atau belum tahu nilai apa
dari objek tersebut. Aliran ini disebut juga aliran objektivisme.
Pendapat lain menyatakan bahwa nilai suatu objek
terletak pada subjek yang menilainya. Misalnya, air menjadi sangat bernilai
dari pada emas bagi orang kehausan ditengah padang pasir, tanah memiliki nilai
bagi seorang petani, gunung bernlai bagi seorang pelukis, dan sebagainya. Jadi,
nilai itu subjektif.Aliran ini disebut aliran subjectivisme.
Diluar kedua pendapat itu, ada pendapat lain yang
menyatakan adanya nilai yang ditentukan oleh subjek yang menilai dan objek yang
dinilai. Sebelum ada subjek yang menilai maka barang atau objek itu
tidak bernilai. Inilah ajaran yang berusaha menggabungkan antara aliran
objektivisme dan subjectivisme.
2.2.2 Ciri-Ciri
Nilai
Menurut
Bambang Daroeso (1986), ciri-ciri nilai adalah sebagai berikut :
1.
Nilai yang bersifat abstrak tidak dapat diindra.
Misalnya kejujuran.
2.
Nilai yang memiliki sifat normative. Nilai diwujudkan
dalam bentuk norma sebagai landasan manusia dalam bertindak. Misalnya nilai
keadilan.
3.
Nilai berfungsi sebagai motivator dan manusia adalah pendukung
nilai. Misalnya nilai ketakwaan.
2.2.3
Macam-Macam Nilai
Dalam filsafat, nilai dibedakan menjadi
tiga macam, yaitu :
1. Nilai logika, adalah nilai benar salah
2. Nilai estetika, adalah nilai indah dan tidak indah
3.
Nilai etika / moral, adalah nilai baik
buruk
Notonegoro (dalam Kaelan, 2000) menyebutkan adanya tiga macam nilai, yaitu
:
1.
Nilai material, yaitu segala sesuatu
yang berguna bagi kehidupan jasmani manusia.
2.
Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang
berguna bagi manusia untuk melakukan kegiatannya.
3.
Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu
yang berguna bagi rohani manusia.
Nilai kerohanian terbagi menjadi
empat macam:
Ø Nilai kebenaran yang
bersumber pada unsur akal atau rasio manusia
Ø Nilai keindahan atau
nilai estetis yang bersumber pada unsur perasaan estetis manusia
Ø Nilai kebaikan moral
yang bersumber pada kehendak atau karsa manusia
Ø Nilai religius yang
bersumber pada kepercayaan manusia dengan disertai penghayatan melalui akal
budi dan nuraninya.
2.3
Moral
2.3.1 Pengertian moral
Moral berasal dari bahas latin mores yang berarti adat kebiasaan. Kata mors
ini mempunyai sinonim mos, moris, manner more atau manners, morals. Dalam
bahasa Indonesia, kata moral berarti akhlak (basah arab) atau kesusilaan yang
mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib hati nurani yang menjadi
pembimbing tingkah laku batin dalam hidup.
Kata moral ini dalam bahasa yunani sama
dengan ethos yang menjadi etika. Makna moral yang terkandung dalam kepribadian
seseorang itu tercermin dari sikap dan tingkah lakunya.Bisa dikatakan manusia
yang bermoral adalah manusia yang sikap dan tingkah lakunya sesuai dengan
nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.
2.3.2 Jenis moral
Ada dua macam moral dalam menentukan baik
dan buruknya perilaku manusia, yaitu:
1. Moral deskriptif, yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis dan
rasional sikap dan perilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup
ini sebagai sesuatu yang bernilai. Hal ini memberikan fakta sebagai dasar untuk
mengambil keputusan tentang perilaku atau sikap yang mau diambil.
2. Moral normatif, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan
pola perilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia. Moral normatif
memberikan penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan kerangka
tindakan yang akan diputuskan.
2.3.3
Fungsi moral
Fungsi moral bagi kehidupan manusia,
yaitu:
1. Mengingatkan manusia untuk melakukan kebaikan demi diri sendiri dansesama
sebagai bagian masyarakat.
2. Menarik perhatian pada permasalahan moral yang kurang di tanggapi.
3. Dapat menjadi penarik perhatian manusia pada gejala pembiasaan emosional.
2.4 Hukum
2.4.1 Pengertian Hukum
Hukum dalam masyarakat merupakan tuntutan,
mengingat bahwa kita tidak mungkin menggambarkan hidup manusia tanpa atau
diluar masyarakat. Maka manusia,masyarakatdan hukum merupakan pengertian yang
tidak dapat dipisahkan sehingga menjadi pameo. Dalam kaitan dengan masyarakat,
tujuan hukum yang utama dapat direduksi untuk ketertiban.
Ada beberapa pendapat para pakar mengenai
pengertian hukum, yaitu:
1.
Mayers menjelaskan bahwa hukum itu adalah
semua aturan yang menyangkut kesusilaan dan ditujukan terhadap tingkah laku
manusia dalam masyarakat serta sebagai pedoman bagi penguasa Negara dalam
melaksanakan tugasnya.
2.
Utrecht berpendapat bahwa hukum adalah
himpunan perintah dan larangan untuk mencapai ketertiban dalam masyarakat dan
oleh karenanya masyarakat harus mematuhinya.
3.
Simorangkir mengatakan bahwa hukum adalah
peraturan yang bersifat memaksa dan sebagai pedoman tingkah laku manusia dalam
masyarakat yang dibuat oleh lembaga berwenang serta bagi sapa saja yang
melanggarnya akan mendapat hukuman.
4.
Sudikno Mertokusuro menyatakan bahwa hukum
adalah sekumpulan peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan
bersama, keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang berlaku dalam
kehidupan bersama yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi.
2.4.2 Proses Terbentuknya Hukum
Terjadinya hukum di
Inggris pada awalnya dan terus berkembang adalah hukum berasal dari kebiasaan
dalam masyarakat dan dikembangkan oleh keputusan-keputusan pengadilan. Hukum
Inggris yang demikian ini dinamakan common law, yang pertumbuhannya
dimulai pada tahun 1066, saat berkuasanya William The Conqueror.
Pandangan-pandangan ekstrim tentang
terjadinya hukum secara umum dikatakan oleh J.P Glastra Van Loon adanya dua
pandangan ekstrim, yaitu:
1. Pandangan legisme, (yang berkembang dan berpengaruh sampai pertengahan abad ke 19).
Menurut pandangan ini hukum terbentuk hanya oleh
perundang-undangan.dan hakim secara tegar terikat pada undang-undang, peradilan
adalah hal menerpakan secara mekanis dari ketentuan undang-undang pada kejadian-kejadian
yang konkrit.
2. Pandangan Freirechtslehre (abad 19/20).
Menurut pandangan ini hukum terbentuk
hanya oleh peradilan, undang-undang, kebiasaan, dan sebagainya hanyalah
sarana-sarana pembantu bagi hukum dalam menenemukan hukum pada kasus-kasus
konkrit.
2.5 Hakikat, Fungsi dan Perwujudan Nilai, Moral, dan Hukum
Pada umumnya kesadaran hukum dikaitkan dengan ketaatan hukum atau
efektifitas hukum untuk mengambarkan keterkaitan antara kesadaran hukum dengan
ketaatan hukum,sedangkan lemahnya kesadaran tentang undang– undang (hukum)
dipertimbangkan menjadi penyebab terjadinya kejahatan dan malapetaka.
Kesadaran hukum memiliki
perbedaan dengan perasaan hukum. Perasaan hukum diartikan sebagai penilaian
hukum yang timbul secara serta merta dari masyarakat dalam kaitannya dengan
masalah keadilan.
Faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat
mematuhi hukum antara lain adalah:
1. Compliance.
Diartikan sebagai suatu kepatuhan berdasarkan pada harapan akan suatu
imbalan dan usaha untuk menghindarkan diri dari hukuman atau sanksi yang
mungkin dikenakan apabila seorang melanggar ketentuan hukum, baik hukum formal
ataupun berdasarkan norma – norma masyarakat.
2. Identification.
Terjadi bila kepatuhan terhadap kaidah – kaidah hukum bukan ada karena
nilai instrinsiknya, akan tetapi agar keanggotaan kelompok serta hubungan baik
dengan mereka yang diberi wewenang untuk menerapkan hukum tersebut tetap
terjaga.
3. Internalization.
Seseorang mematuhi hukum dikarenakan secara instrinsik kepatuhan tadi
mempunyai imbalan.
4. Society Interest.
Maksudnya ialah kepentingan – kepentingan para warga masyarakat terjamin
oleh wadah hukum yang ada.Kesadaran hukum berkaitan dengan nilai – nilai yang
tumbuh dan berkembang di masyarakat, dengan demikian masyarakat menaati hukum
bukan karena paksaan,terdapat 4 indikator kesadaran hukum yaitu:
1. pengetahuan hukum
2. Pemahaman hukum
3. Sikap hukum
4. Pola perilaku hukum.
Pengetahuan hukum adalah pengetahuan seseorang mengenai beberapa perilaku
tertentu yang sudah diatur oleh hukum, yang dimaksud disi adalah hukum tertulis
dan hukum tidak tertulis ( norma – norma atau aturan-aturan dalam masyarakat).
Pemahaman hukum dalam adalah sejumlah
informasi yang dimiliki seseorang mengenai isi peraturan dari suatu hukum
tertentu. Sikap hukum adalah suatu kecenderungan untuk menerima hukum karena
adanya penghargaan terhadap hukum sebagai suatu yang bermanfaat atau
menguntungkan bila di taati.
Pola perilaku hukum merupakan hal yang
utama dalam kesadaran hukum, karena disini dapat dilihat apakah suatu peraturan
berlaku atau tidak di dalam masyarakat dengan demikian seberapa jauh kesadaran
hukum dalam masyarakat dapat dilihat dari pola perilaku hukum suatu masyarakat.
2.6 Keadilan, Ketertiban dan Kesejahteraan Masyarakat sebagai Wujud Masyarakat Bermoral
dan Mentaati Hukum
Disepakati bahwa
manusia adalah makhluk sosial, yaitu makluk yang selalu berinteraksi dan
membutuhkan bantuan dengan sesamanya. Dalam konteks hubungan dengan sesama
perlu adanya keteraturan sehingga setiap individu dalam berhubungan secara
harmonis dengan individu lain di sekitarnya. Untuk terciptanya keteraturan
tersebut diperlukan aturan yang disebut oleh kita hukum.Hukum dalam masyarakat
merupakan tuntutan, mengingat bahwa kita tidak mungkin menggambarkan hidupnya
manusia tanpa atau diluar masyarakat.
Hukum diciptakan dengan tujuan yang
berbeda-beda, ada yang menyatakan bahwa tujuan hukum adalah keadilan, ada juga
yang menyatakan kegunaan,ada yang kepastian hukum dan lain-lain. Akan tetapi
dalam kaitan dalam masyarakat, tujuan hukum yang utama dapat di reduksi untuk
ketertiban (order). Mochtar kusumaatmaja (2002,h.3) mengatakan “ketertiban
adalah tujuan pokok dan pertama dari segala hukum,kebutuhan terhadap ketertiban
ini merupakan syarat pokok (fundamentas) bagi adanya suatu masyarakat yang
teratur, ketertiban sebagai tujuan utama hukum yang merupakan fakta objektif
yang berlaku bagi segala masyarakat manusia dalam segala bentuknya”. Untuk
mencapai ketertiban dalam masyarakat ini, diperlukan adanya kepastian dalam
pergaulan antar manusia dalam masyarakat.
Banyak kaidah yang berkembang dan dipatuhi
masyarakat, seperti kaidah agama,kaidah susila, kesopanan, adat, kebiasaan dan
kaidah moral.Kaidah hukum sebagai salah satu kaidah sosial tidak berarti
meniadakan kaidah-kaidah lain tersebut, bahkan antara kaidah hukum dengan
kaidah lain saling berhubungan yang satu memperkuat yang lainnya, meskipun ada
kalanya kaidah hukum tidak sesuai atau tidak serasi dengan kaidah-kaidah
tersebut. Dahlan thaib (2001,h.3) mengatakan bahwa hukum itu merupakan hukum
apabila dikehendaki, diterima oleh kita sebagai anggota masyarakat; apabila
kita juga betul-betul berpikir, demikian seperti yang dirumuskan dalam
undang-undang, dan terutama juga betul-betul menjadi realitas hukum dalam
kehidupan orang-orang dalam masyarakat. Dengan demikian hukum sebagai kaidah
sosial, tidak lepas dari nilai (values) yang berlaku pada suatu masyarakat.
Bahkan dapat dikatakan bahwa hukum itu merupakan pencerminan dari nilai-nilai
yang berlaku dalam masyarakat.
Selanjutnya Mochtar Kusumaatmadja
(2002,h.10) mengatakan “ hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum
yang hidup (the living law) dalam masyarakat, yang tentunya sesuai pula atau
merupakan pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat tersebut”.
Alasan hukum untuk menahan tersangka,
yaitu :
1.
Tersangka dianggap dapat merusak /
Menghilangkan alat bukti.
2.
Tersangka dikhwatirkan melarikan diri.
3.
Tersangka mempersulit pemeriksaan.
Telah menjadi sebuah kesepakatan bersama
bahwa manusia adalah makhluksosial yaitu makhluk yang selalu berinteraksi dan
membutuhkan bantuan orang lain atau sesamanya. dalam konteks hubungan dengan
sesamanya, seperti itulah perlu adanya keteraturan sehingga individu dapat
berhubungan secara harmonis dengan individu lain di sekitarnya, Untuk
terciptanya keteraturan tersebut diperlukan aturan yang disebut oleh kita
yaitu hukum.
2.7 Problematika Pembinaan Nilai Moral
1. Pengaruh Kehidupan
Keluarga dalam Pembinaan Nilai Moral.
Keluarga berperan sangat penting bagi
pembinaan nilai moral anak.Hal ini karena dalam keluargalah, pendidikan pertama
dan utama anak sebelum memasuki dunia pendidikan dan masyarakat. Kehidupan
keluarga akan memengaruhi perkembangan jiwa dan moral anak.
2.
Pengaruh Teman Sebaya terhadap Pembinaan Nilai
Moral.
Pergaulan dengan teman sebaya sangat
memengaruhi sikap dan perilaku seorang anak. Berteman dengan teman yang tidak
baik akan mengakibatkan anak meniru hal-hal negatif. Sedangkan jika berteman
dengan teman yang baik maka anak juga akan terpengaruh menjadi baik seperti
temannya.
3.
Pengaruh Figur Otoritas terhadap Perkembangan
Nilai Moral Individu.
Figur otoritas seperti presiden, wakil presiden, para menteri, pejabat,
anggota DPR dan MPR, para artis, dan lain-lain harus memberi contoh yang baik
dalam kehidupan sehari-harinya karena pengaruh figur otoritas terhadap
perkembangan nilai moral individu sangat besar.
4.
Pengaruh Media Telekomunukasi Terhadap
Perkembangan Nilai Moral.
Penyalahgunaan sarana telekomunikasi
yang seharusnya digunakan sesuai fungsinya cukup mempengaruhi sikap dan
perilaku generasi muda.Misalnya dalam kasus penyalahgunaan internet untuk
mendownload film porno. Tidak ada filter atau benteng yang kokoh untuk melawannya,
kecuali iman dan takwa.
5.
Pengaruh Media Elektronik dan Internet terhadap
Pembinaan Nilai Moral.
Media elektronik dan internet yang
seharusnya digunakan sebagaimana mestinya telah cukup banyak disalahgunakan
sehingga mengakibatkan nilai moral merosot.
2.8
Problematika Hukum
Problema paling mendasar dari hukum di
Indonesia adalah manipulasi atas fungsi hukum oleh pengemban kekuasaan.
Problem akut dan mendapat sorotan lain adalah:
1.
Aparatur penegak hukum ditengarai kurang
banyak diisi oleh sumber daya manusia yang berkualitas. Padahal SDM yang sangat
ahli serta memiliki integritas dalam jumlah yang banyak sangat dibutuhkan.
2.
Peneggakkan hukum tidak berjalan
sebagaimana mestinya karena sering mengalami intervensi kekuasaan dan uang.
Uang menjadi permasalahan karena negara belum mampu mensejahterakan aparatur
penegak hukum.
3.
Kepercayaan masyarakat terhadap aparatur
penegak hukum semakin surut. Hal ini berakibat pada tindakan anarkis masyarakat
untuk menentukan sendiri siapa yang dianggap adil.
4.
Para pembentuk peraturan
perundang-undangan sering tidak memerhatikan keterbatasan aparatur. Peraturan
perundang-undangan yang dibuat sebenarnya sulit untuk dijalankan.
5.
Kurang diperhatikannya kebutuhan waktu
untuk mengubah paradigma dan pemahaman aparatur. Bila aparatur penegak hukum
tidak paham betul isi peraturan perundang-undangan tidak mungkin ada
efektivitas peraturan di tingkat masyarakat.Problem berikutnya adalah hukum di
Indonesia hidup di dalam masyarakat yang tidak berorientasi kepada hukum. Akibatnya
hukum hanya dianggap sebagai representasi dan simbol negara yang ditakuti.
Keadilan kerap berpihak pada mereka yang memiliki status sosial yang lebih
tinggi dalam masyarakat. Contoh kasus adalah kasus ibu Prita Mulyasari.
Pekerjaan besar menghadang bangsa
Indonesia di bidang hukum. Berbagai upaya perlu dilakukan agar bangsa dan
rakyat Indonesia sebagai pemegang kedaulatan dapat merasakan apa yang
dijanjikan dalam hukum.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Manusia, nilai, moral dan hukum adalah
suatu hal yang saling berkaitan dan saling menunjang.Sebagai warga negara kita
perlu mempelajari, menghayati dan melaksanakan dengan ikhlas mengenai nilai,
moral dan hukum agar terjadi keselarasan dan harmoni kehidupan.
2.4
Saran
Penegakan hukum harus memperhatikan
keselarasan antara keadilan dan kepastian hukum. Karena, tujuan hukum antara
lain adalah untuk menjamin terciptanya keadilan (justice), kepastian hukum
(certainty of law), dan kesebandingan hukum (equality before the law).
Penegakan hukum-pun harus dilakukan dalam
proporsi yang baik dengan penegakan hak asasi manusia.Dalam arti, jangan lagi
ada penegakan hukum yang bersifat diskriminatif, menyuguhkan kekerasan dan
tidak sensitif jender.Penegakan hukum jangan dipertentangkan dengan penegakan
HAM.Karena, sesungguhnya keduanya dapat berjalan seiring ketika para penegak
hukum memahami betul hak-hak warga negara dalam konteks hubungan antara negara
hukum dengan masyarakat sipil.
DAFTAR PUSTAKA
Setiadi, Elly M, dkk.2006. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar.Jakarta:Kencana
Prenada Media Group.
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Manusia adalah
makhluk sosial yang selau berinteraksi dan membutuhkan bantuan dengan
sesamanya. Dengan adanya hubungan sesama seperti itulah perlu adanya
keteraturan sehingga individu dapat berhubungan secara harmoni dengan individu
lain sekitarnya. Oleh karena itu diperlukan aturan yang disebut “Hukum”. Hukum
diciptakan dengan tujuan yang berbeda-beda, ada yang menyatakan bahwa tujuan
hukum adalah keadilan, ada juga yang menyatakan kegunaan, ada yang menyatakan
kepastian hukum, dll.
Antara hukum dan
moral terdapat hubungan yang erat sekali, ada pepatah Roma yang mengatakan
“Quid leges sine moribus?”Apa artinya undang-undang kalau tidak disertai
moralitas? Dengan demikian hukum tidak akan berarti tanpa dijiwai moralitas,
hukum akan kosong tanpa moralitas. Oleh karena itu kualitas hukum harus diukur
dengan norma moral, perundang-undangan yang immoral harus diganti. Di sisi
lain, moral juga membutuhkan hukum, sebab moral tanpa hukum hanya angan-angan
saja, kalau tidak diundangkan atau dilembagakan dalam masyarakat. Dengan
demikian hukum bisa meningkatkan dampak sosial dari moralitas.
1.2 IDENTIFIKASI MASALAH
1.
Apa yang dimaksud dengan manusia, nilai,
moral dan hukum
2.
Bagaimana hakikat, fungsi, dan perwujudan
nilai moral dan hukum dalam kehidupan manusia, masyarakat dan negara
3.
Seperti apa problematika nilai, moral dan
hukum dalam masyarakat dan Negara
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Manusia
Secara bahasa manusia berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens”
(Latin), yang berarti berpikir, berakal budi atau makhluk yang berakal budi
(mampu menguasai makhluk lain). Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah
konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah kelompok (genus)
atau seorang individu.Dalam hubungannya dengan lingkungan, manusia merupakan
suatu oganisme hidup (living organism).
Terbentuknya pribadi seseorang dipengaruhi
oleh lingkungan bahkan secara ekstrim dapat dikatakan, setiap orang berasal
dari satu lingkungan, baik lingkungan vertikal (genetika, tradisi), horizontal
(geografik, fisik, sosial), maupun kesejarahan. Tatkala seorang bayi lahir, ia
merasakan perbedaan suhu dan kehilangan energi, dan oleh karena itu ia
menangis, menuntut agar perbedaan itu berkurang dan kehilangan itu tergantikan.Dari
sana timbul anggapan dasar bahwa setiap manusia dianugerahi kepekaan (sense)
untuk membedakan (sense of discrimination) dan keinginan untuk hidup. Untuk
dapat hidup, ia membutuhkan sesuatu. Alat untuk memenuhi kebutuhan itu
bersumber dari lingkungan
Manusia adalah makhluk yang tidak dapat
dengan segera menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Pada masa bayi sepenuhnya
manusia tergantung kepada individu lain. Ia belajar berjalan, belajar makan,
belajar berpakaian, belajar membaca ,belajar membuat sesuatu dan sebagainya
,memerlukan bantuan orang lain yang lebih dewasa.
2.2 Nilai
2.2.1
Pengertian Nilai
Nilai
adalah sesuatu yang berharga,bermutu,menunjukkan kualitas,dan berguna bagi kita ataupun orang lain.
Menurut Bambang Daroeso nilai adalah
suatu kwalitas atau penghargaan terhadap sesuatu, yang menjadi dasar penentu
tingkah laku masyarakat.
Menurut Dictionary
of Sociology and Related Science: Nilai adalah kemampuan yang diyakini
terdapat pada suatu objek untuk memuaskan hasrat manusia, yaitu kualitas objek
yang menyebabkan tertariknya individu atau kelompok.
Menurut Frankena: Nilai dalam filsafat
dipakai untuk menunjuk kata benda abstrak yang artinya “keberhargaan” (worth)
atau “kebaikan” (goodness) dan kata kerja yang artinya suatu tindakan kejiwaan
tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian.
Menurut
Lasyo sebagai berikut: Nilai bagi manusia merupakan landasan atau motivasi
dalam segala tingkah laku atau perbuatannya.
Istilah
nilai (Value) menurut Kamus Poerwodarminto diartikan sebagai berikut.
a. Harga
dan arti taksiran misalnya nilai emas
b. Harga
sesuatu misalnya uang
c. Angka,
skor.
d. Kadar,
mutu.
e. Sifat-sifat
atau hal-hal penting bagi masyarakat
Sesuatu
dianggap bernilai apabila sesuatu itu memiliki sifat sebagai berikut:
a. Menyenangkan
(peasent).
b. Berguna
(useful).
c. Memuaskan
(satisfying).
d. Menguntungkan
(profitable)
e. Keyakinan (interesting)
f. Keyakinan
(belief)
Ada dua pendapat mengenai nilai. Pendapat pertama
mengatakan bahwa nilai itu objektif, sedangkan pendapat sedangkan pendapat
kedua mengatakan nilai itu subjektif, menurut aliran idealisme ,nilai itu
objektif, ada pada sesuatu. Tidak ada yang diciptakan di dunia tanpa ada suatu
nilai yang melekat di dalamnya.Dengan demikian, segala sesuatu ada nilainya dan
bernilai bagi masyarakat. Hanya saja manusia tidak atau belum tahu nilai apa
dari objek tersebut. Aliran ini disebut juga aliran objektivisme.
Pendapat lain menyatakan bahwa nilai suatu objek
terletak pada subjek yang menilainya. Misalnya, air menjadi sangat bernilai
dari pada emas bagi orang kehausan ditengah padang pasir, tanah memiliki nilai
bagi seorang petani, gunung bernlai bagi seorang pelukis, dan sebagainya. Jadi,
nilai itu subjektif.Aliran ini disebut aliran subjectivisme.
Diluar kedua pendapat itu, ada pendapat lain yang
menyatakan adanya nilai yang ditentukan oleh subjek yang menilai dan objek yang
dinilai. Sebelum ada subjek yang menilai maka barang atau objek itu
tidak bernilai. Inilah ajaran yang berusaha menggabungkan antara aliran
objektivisme dan subjectivisme.
2.2.2 Ciri-Ciri
Nilai
Menurut
Bambang Daroeso (1986), ciri-ciri nilai adalah sebagai berikut :
1.
Nilai yang bersifat abstrak tidak dapat diindra.
Misalnya kejujuran.
2.
Nilai yang memiliki sifat normative. Nilai diwujudkan
dalam bentuk norma sebagai landasan manusia dalam bertindak. Misalnya nilai
keadilan.
3.
Nilai berfungsi sebagai motivator dan manusia adalah pendukung
nilai. Misalnya nilai ketakwaan.
2.2.3
Macam-Macam Nilai
Dalam filsafat, nilai dibedakan menjadi
tiga macam, yaitu :
1. Nilai logika, adalah nilai benar salah
2. Nilai estetika, adalah nilai indah dan tidak indah
3.
Nilai etika / moral, adalah nilai baik
buruk
Notonegoro (dalam Kaelan, 2000) menyebutkan adanya tiga macam nilai, yaitu
:
1.
Nilai material, yaitu segala sesuatu
yang berguna bagi kehidupan jasmani manusia.
2.
Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang
berguna bagi manusia untuk melakukan kegiatannya.
3.
Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu
yang berguna bagi rohani manusia.
Nilai kerohanian terbagi menjadi
empat macam:
Ø Nilai kebenaran yang
bersumber pada unsur akal atau rasio manusia
Ø Nilai keindahan atau
nilai estetis yang bersumber pada unsur perasaan estetis manusia
Ø Nilai kebaikan moral
yang bersumber pada kehendak atau karsa manusia
Ø Nilai religius yang
bersumber pada kepercayaan manusia dengan disertai penghayatan melalui akal
budi dan nuraninya.
2.3
Moral
2.3.1 Pengertian moral
Moral berasal dari bahas latin mores yang berarti adat kebiasaan. Kata mors
ini mempunyai sinonim mos, moris, manner more atau manners, morals. Dalam
bahasa Indonesia, kata moral berarti akhlak (basah arab) atau kesusilaan yang
mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib hati nurani yang menjadi
pembimbing tingkah laku batin dalam hidup.
Kata moral ini dalam bahasa yunani sama
dengan ethos yang menjadi etika. Makna moral yang terkandung dalam kepribadian
seseorang itu tercermin dari sikap dan tingkah lakunya.Bisa dikatakan manusia
yang bermoral adalah manusia yang sikap dan tingkah lakunya sesuai dengan
nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.
2.3.2 Jenis moral
Ada dua macam moral dalam menentukan baik
dan buruknya perilaku manusia, yaitu:
1. Moral deskriptif, yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis dan
rasional sikap dan perilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup
ini sebagai sesuatu yang bernilai. Hal ini memberikan fakta sebagai dasar untuk
mengambil keputusan tentang perilaku atau sikap yang mau diambil.
2. Moral normatif, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan
pola perilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia. Moral normatif
memberikan penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan kerangka
tindakan yang akan diputuskan.
2.3.3
Fungsi moral
Fungsi moral bagi kehidupan manusia,
yaitu:
1. Mengingatkan manusia untuk melakukan kebaikan demi diri sendiri dansesama
sebagai bagian masyarakat.
2. Menarik perhatian pada permasalahan moral yang kurang di tanggapi.
3. Dapat menjadi penarik perhatian manusia pada gejala pembiasaan emosional.
2.4 Hukum
2.4.1 Pengertian Hukum
Hukum dalam masyarakat merupakan tuntutan,
mengingat bahwa kita tidak mungkin menggambarkan hidup manusia tanpa atau
diluar masyarakat. Maka manusia,masyarakatdan hukum merupakan pengertian yang
tidak dapat dipisahkan sehingga menjadi pameo. Dalam kaitan dengan masyarakat,
tujuan hukum yang utama dapat direduksi untuk ketertiban.
Ada beberapa pendapat para pakar mengenai
pengertian hukum, yaitu:
1.
Mayers menjelaskan bahwa hukum itu adalah
semua aturan yang menyangkut kesusilaan dan ditujukan terhadap tingkah laku
manusia dalam masyarakat serta sebagai pedoman bagi penguasa Negara dalam
melaksanakan tugasnya.
2.
Utrecht berpendapat bahwa hukum adalah
himpunan perintah dan larangan untuk mencapai ketertiban dalam masyarakat dan
oleh karenanya masyarakat harus mematuhinya.
3.
Simorangkir mengatakan bahwa hukum adalah
peraturan yang bersifat memaksa dan sebagai pedoman tingkah laku manusia dalam
masyarakat yang dibuat oleh lembaga berwenang serta bagi sapa saja yang
melanggarnya akan mendapat hukuman.
4.
Sudikno Mertokusuro menyatakan bahwa hukum
adalah sekumpulan peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan
bersama, keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang berlaku dalam
kehidupan bersama yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi.
2.4.2 Proses Terbentuknya Hukum
Terjadinya hukum di
Inggris pada awalnya dan terus berkembang adalah hukum berasal dari kebiasaan
dalam masyarakat dan dikembangkan oleh keputusan-keputusan pengadilan. Hukum
Inggris yang demikian ini dinamakan common law, yang pertumbuhannya
dimulai pada tahun 1066, saat berkuasanya William The Conqueror.
Pandangan-pandangan ekstrim tentang
terjadinya hukum secara umum dikatakan oleh J.P Glastra Van Loon adanya dua
pandangan ekstrim, yaitu:
1. Pandangan legisme, (yang berkembang dan berpengaruh sampai pertengahan abad ke 19).
Menurut pandangan ini hukum terbentuk hanya oleh
perundang-undangan.dan hakim secara tegar terikat pada undang-undang, peradilan
adalah hal menerpakan secara mekanis dari ketentuan undang-undang pada kejadian-kejadian
yang konkrit.
2. Pandangan Freirechtslehre (abad 19/20).
Menurut pandangan ini hukum terbentuk
hanya oleh peradilan, undang-undang, kebiasaan, dan sebagainya hanyalah
sarana-sarana pembantu bagi hukum dalam menenemukan hukum pada kasus-kasus
konkrit.
2.5 Hakikat, Fungsi dan Perwujudan Nilai, Moral, dan Hukum
Pada umumnya kesadaran hukum dikaitkan dengan ketaatan hukum atau
efektifitas hukum untuk mengambarkan keterkaitan antara kesadaran hukum dengan
ketaatan hukum,sedangkan lemahnya kesadaran tentang undang– undang (hukum)
dipertimbangkan menjadi penyebab terjadinya kejahatan dan malapetaka.
Kesadaran hukum memiliki
perbedaan dengan perasaan hukum. Perasaan hukum diartikan sebagai penilaian
hukum yang timbul secara serta merta dari masyarakat dalam kaitannya dengan
masalah keadilan.
Faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat
mematuhi hukum antara lain adalah:
1. Compliance.
Diartikan sebagai suatu kepatuhan berdasarkan pada harapan akan suatu
imbalan dan usaha untuk menghindarkan diri dari hukuman atau sanksi yang
mungkin dikenakan apabila seorang melanggar ketentuan hukum, baik hukum formal
ataupun berdasarkan norma – norma masyarakat.
2. Identification.
Terjadi bila kepatuhan terhadap kaidah – kaidah hukum bukan ada karena
nilai instrinsiknya, akan tetapi agar keanggotaan kelompok serta hubungan baik
dengan mereka yang diberi wewenang untuk menerapkan hukum tersebut tetap
terjaga.
3. Internalization.
Seseorang mematuhi hukum dikarenakan secara instrinsik kepatuhan tadi
mempunyai imbalan.
4. Society Interest.
Maksudnya ialah kepentingan – kepentingan para warga masyarakat terjamin
oleh wadah hukum yang ada.Kesadaran hukum berkaitan dengan nilai – nilai yang
tumbuh dan berkembang di masyarakat, dengan demikian masyarakat menaati hukum
bukan karena paksaan,terdapat 4 indikator kesadaran hukum yaitu:
1. pengetahuan hukum
2. Pemahaman hukum
3. Sikap hukum
4. Pola perilaku hukum.
Pengetahuan hukum adalah pengetahuan seseorang mengenai beberapa perilaku
tertentu yang sudah diatur oleh hukum, yang dimaksud disi adalah hukum tertulis
dan hukum tidak tertulis ( norma – norma atau aturan-aturan dalam masyarakat).
Pemahaman hukum dalam adalah sejumlah
informasi yang dimiliki seseorang mengenai isi peraturan dari suatu hukum
tertentu. Sikap hukum adalah suatu kecenderungan untuk menerima hukum karena
adanya penghargaan terhadap hukum sebagai suatu yang bermanfaat atau
menguntungkan bila di taati.
Pola perilaku hukum merupakan hal yang
utama dalam kesadaran hukum, karena disini dapat dilihat apakah suatu peraturan
berlaku atau tidak di dalam masyarakat dengan demikian seberapa jauh kesadaran
hukum dalam masyarakat dapat dilihat dari pola perilaku hukum suatu masyarakat.
2.6 Keadilan, Ketertiban dan Kesejahteraan Masyarakat sebagai Wujud Masyarakat Bermoral
dan Mentaati Hukum
Disepakati bahwa
manusia adalah makhluk sosial, yaitu makluk yang selalu berinteraksi dan
membutuhkan bantuan dengan sesamanya. Dalam konteks hubungan dengan sesama
perlu adanya keteraturan sehingga setiap individu dalam berhubungan secara
harmonis dengan individu lain di sekitarnya. Untuk terciptanya keteraturan
tersebut diperlukan aturan yang disebut oleh kita hukum.Hukum dalam masyarakat
merupakan tuntutan, mengingat bahwa kita tidak mungkin menggambarkan hidupnya
manusia tanpa atau diluar masyarakat.
Hukum diciptakan dengan tujuan yang
berbeda-beda, ada yang menyatakan bahwa tujuan hukum adalah keadilan, ada juga
yang menyatakan kegunaan,ada yang kepastian hukum dan lain-lain. Akan tetapi
dalam kaitan dalam masyarakat, tujuan hukum yang utama dapat di reduksi untuk
ketertiban (order). Mochtar kusumaatmaja (2002,h.3) mengatakan “ketertiban
adalah tujuan pokok dan pertama dari segala hukum,kebutuhan terhadap ketertiban
ini merupakan syarat pokok (fundamentas) bagi adanya suatu masyarakat yang
teratur, ketertiban sebagai tujuan utama hukum yang merupakan fakta objektif
yang berlaku bagi segala masyarakat manusia dalam segala bentuknya”. Untuk
mencapai ketertiban dalam masyarakat ini, diperlukan adanya kepastian dalam
pergaulan antar manusia dalam masyarakat.
Banyak kaidah yang berkembang dan dipatuhi
masyarakat, seperti kaidah agama,kaidah susila, kesopanan, adat, kebiasaan dan
kaidah moral.Kaidah hukum sebagai salah satu kaidah sosial tidak berarti
meniadakan kaidah-kaidah lain tersebut, bahkan antara kaidah hukum dengan
kaidah lain saling berhubungan yang satu memperkuat yang lainnya, meskipun ada
kalanya kaidah hukum tidak sesuai atau tidak serasi dengan kaidah-kaidah
tersebut. Dahlan thaib (2001,h.3) mengatakan bahwa hukum itu merupakan hukum
apabila dikehendaki, diterima oleh kita sebagai anggota masyarakat; apabila
kita juga betul-betul berpikir, demikian seperti yang dirumuskan dalam
undang-undang, dan terutama juga betul-betul menjadi realitas hukum dalam
kehidupan orang-orang dalam masyarakat. Dengan demikian hukum sebagai kaidah
sosial, tidak lepas dari nilai (values) yang berlaku pada suatu masyarakat.
Bahkan dapat dikatakan bahwa hukum itu merupakan pencerminan dari nilai-nilai
yang berlaku dalam masyarakat.
Selanjutnya Mochtar Kusumaatmadja
(2002,h.10) mengatakan “ hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum
yang hidup (the living law) dalam masyarakat, yang tentunya sesuai pula atau
merupakan pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat tersebut”.
Alasan hukum untuk menahan tersangka,
yaitu :
1.
Tersangka dianggap dapat merusak /
Menghilangkan alat bukti.
2.
Tersangka dikhwatirkan melarikan diri.
3.
Tersangka mempersulit pemeriksaan.
Telah menjadi sebuah kesepakatan bersama
bahwa manusia adalah makhluksosial yaitu makhluk yang selalu berinteraksi dan
membutuhkan bantuan orang lain atau sesamanya. dalam konteks hubungan dengan
sesamanya, seperti itulah perlu adanya keteraturan sehingga individu dapat
berhubungan secara harmonis dengan individu lain di sekitarnya, Untuk
terciptanya keteraturan tersebut diperlukan aturan yang disebut oleh kita
yaitu hukum.
2.7 Problematika Pembinaan Nilai Moral
1. Pengaruh Kehidupan
Keluarga dalam Pembinaan Nilai Moral.
Keluarga berperan sangat penting bagi
pembinaan nilai moral anak.Hal ini karena dalam keluargalah, pendidikan pertama
dan utama anak sebelum memasuki dunia pendidikan dan masyarakat. Kehidupan
keluarga akan memengaruhi perkembangan jiwa dan moral anak.
2.
Pengaruh Teman Sebaya terhadap Pembinaan Nilai
Moral.
Pergaulan dengan teman sebaya sangat
memengaruhi sikap dan perilaku seorang anak. Berteman dengan teman yang tidak
baik akan mengakibatkan anak meniru hal-hal negatif. Sedangkan jika berteman
dengan teman yang baik maka anak juga akan terpengaruh menjadi baik seperti
temannya.
3.
Pengaruh Figur Otoritas terhadap Perkembangan
Nilai Moral Individu.
Figur otoritas seperti presiden, wakil presiden, para menteri, pejabat,
anggota DPR dan MPR, para artis, dan lain-lain harus memberi contoh yang baik
dalam kehidupan sehari-harinya karena pengaruh figur otoritas terhadap
perkembangan nilai moral individu sangat besar.
4.
Pengaruh Media Telekomunukasi Terhadap
Perkembangan Nilai Moral.
Penyalahgunaan sarana telekomunikasi
yang seharusnya digunakan sesuai fungsinya cukup mempengaruhi sikap dan
perilaku generasi muda.Misalnya dalam kasus penyalahgunaan internet untuk
mendownload film porno. Tidak ada filter atau benteng yang kokoh untuk melawannya,
kecuali iman dan takwa.
5.
Pengaruh Media Elektronik dan Internet terhadap
Pembinaan Nilai Moral.
Media elektronik dan internet yang
seharusnya digunakan sebagaimana mestinya telah cukup banyak disalahgunakan
sehingga mengakibatkan nilai moral merosot.
2.8
Problematika Hukum
Problema paling mendasar dari hukum di
Indonesia adalah manipulasi atas fungsi hukum oleh pengemban kekuasaan.
Problem akut dan mendapat sorotan lain adalah:
1.
Aparatur penegak hukum ditengarai kurang
banyak diisi oleh sumber daya manusia yang berkualitas. Padahal SDM yang sangat
ahli serta memiliki integritas dalam jumlah yang banyak sangat dibutuhkan.
2.
Peneggakkan hukum tidak berjalan
sebagaimana mestinya karena sering mengalami intervensi kekuasaan dan uang.
Uang menjadi permasalahan karena negara belum mampu mensejahterakan aparatur
penegak hukum.
3.
Kepercayaan masyarakat terhadap aparatur
penegak hukum semakin surut. Hal ini berakibat pada tindakan anarkis masyarakat
untuk menentukan sendiri siapa yang dianggap adil.
4.
Para pembentuk peraturan
perundang-undangan sering tidak memerhatikan keterbatasan aparatur. Peraturan
perundang-undangan yang dibuat sebenarnya sulit untuk dijalankan.
5.
Kurang diperhatikannya kebutuhan waktu
untuk mengubah paradigma dan pemahaman aparatur. Bila aparatur penegak hukum
tidak paham betul isi peraturan perundang-undangan tidak mungkin ada
efektivitas peraturan di tingkat masyarakat.Problem berikutnya adalah hukum di
Indonesia hidup di dalam masyarakat yang tidak berorientasi kepada hukum. Akibatnya
hukum hanya dianggap sebagai representasi dan simbol negara yang ditakuti.
Keadilan kerap berpihak pada mereka yang memiliki status sosial yang lebih
tinggi dalam masyarakat. Contoh kasus adalah kasus ibu Prita Mulyasari.
Pekerjaan besar menghadang bangsa
Indonesia di bidang hukum. Berbagai upaya perlu dilakukan agar bangsa dan
rakyat Indonesia sebagai pemegang kedaulatan dapat merasakan apa yang
dijanjikan dalam hukum.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Manusia, nilai, moral dan hukum adalah
suatu hal yang saling berkaitan dan saling menunjang.Sebagai warga negara kita
perlu mempelajari, menghayati dan melaksanakan dengan ikhlas mengenai nilai,
moral dan hukum agar terjadi keselarasan dan harmoni kehidupan.
2.4
Saran
Penegakan hukum harus memperhatikan
keselarasan antara keadilan dan kepastian hukum. Karena, tujuan hukum antara
lain adalah untuk menjamin terciptanya keadilan (justice), kepastian hukum
(certainty of law), dan kesebandingan hukum (equality before the law).
Penegakan hukum-pun harus dilakukan dalam
proporsi yang baik dengan penegakan hak asasi manusia.Dalam arti, jangan lagi
ada penegakan hukum yang bersifat diskriminatif, menyuguhkan kekerasan dan
tidak sensitif jender.Penegakan hukum jangan dipertentangkan dengan penegakan
HAM.Karena, sesungguhnya keduanya dapat berjalan seiring ketika para penegak
hukum memahami betul hak-hak warga negara dalam konteks hubungan antara negara
hukum dengan masyarakat sipil.
DAFTAR PUSTAKA
Setiadi, Elly M, dkk.2006. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar.Jakarta:Kencana
Prenada Media Group.
Senin, 17 Maret 2014
0 komentar :
Posting Komentar